Friday, May 27, 2011

Sugesti yang menular....

Jadi inget, dulu kalo masih d seragam putih abu2, klo ada satu orang yang dibenci ma satu orang..pasti bisa jadi ujung2nya dibenci ma satu geng.
Dan sekarang, klo ngeliat hal serupa, pasti komennya 'maklum masih SMA....'

Nyatanya, hal kayak gitu juga umum ditemukan pada ibu2 arisan (komen umumnya 'maklum emak2...'), geng nongkrong, temen2 kuliah, temen2 kerja, dan...ya anggap saja pada suatu grup lainnya yang tidak bisa di bleberkan semuanya..

Klo ditilik balik mah, padahal tuh orang yang dikucilkan gak segitu2 amat nyebelinnya.

Trus...apakah begitu mudahnya seseorang dihasut?
Atau, ringkihnya rasa tegas?
Atau takut gak ditemenin?
Atau...inikah cara sosialitas 'menghukum' minoritas?
(ya...walaupun ada beberapa orang yang bisa tidak selaras antara pemikiran dengan tindakan..)

Inget, pandangan mayoritas tak selalu 100% absolut benar dan mutlak.
lalu..berani jadi minoritas?

Hm... sebelum 'mencungkil' neuron2 yang ada di otak
Saya jadi berpikir, sebegitu mudahnya-kah men-sugesti seseorang...
Atau
Sebegitu mudahnya-kah sugesti itu menular
Atau
Sebegitu tidak resistennya-kah seseorang terhadap sugesti

MarKiNgKet...

Sunday, May 8, 2011

Mimpi tak selalu berarti (part 2)

050511
05.23 WIB

Aku terbangun
Perasaan rindu yang amat sangat menyelimuti hatiku
Air mata menemaniku dalam sunyinya pagi
Mungkin...ini karena pengaruh dari mimpi ku

Aku bermimpi

Chi-mong bermanja2 di kaki ku
Ku usap kepalanya dengan lembut dan ku mainkan kuping kirinya

040511
22.30 WIB

Ku sadari lagi dan lagi, kelemahan terbesarku dalam mencerna suatu peristiwa
adalah kekurang-pekaan
Rasa kurang peka yang disebabkan mati rasa
atau karena
terbiasa.
ya, terkadang..tidak bukan terkadang namun seringkali.
Seringkali aku membiasakan diriku untuk menggap suatu hal biasa.

"He...biasa aja"

Sehingga hal itu menumpulkan sensivitas bahkan toleransi ku, terhadap diriku
dan parahnya juga terhadap orang lain

Dan kali ini, hal tersebut bahkan melukai orang lain

Aku dibesarkan dengan template yang seperti ini,
dan lagi kau dituntut untuk logis, keras, tegas, dilarang cengeng,
terbiasa dengan kata2 kasar, mandiri, dan..sedikit mati rasa.

Nada dalam relung hatiku makin berharmoni
Menarikku dalam kenangan emosi
Nampaknya hatiku pun memiliki memori
Ia sangat mengingat emosi ini

Malam makin menyeruak kesadaranku
Menarikku untuk menundukkan mata pada kegelapan
Mendekap erat lelah dalam buaian  
Namun sebuah tanya masih menunggu  
Kapankah emosi itu pernah hadir di hatiku

040511
19.23 WIB



"Kamu bisa gak sih manis sedikit,
Kalo aku pergi, kamu juga akan biasa aja kali ya?"

Kata2 ini seringkali mengusik diriku,
karena kata2 ini layaknya suatu peringatan bagi diriku
bahwa kepribadianku diserang. 

Hening menelusuri syarafku
Meniti perlahan dalam otak besar

'Bukankah orang akan datang dan pergi dari kehidupan kita, bukankah itu hal yang biasa"

Percikan listrik menghentak
Menggetarkan nada dalam relung hati

'Namun Aku tidak mau kehilangan dirimu'

Aku terdiam
Pikiran negatif menggelayuti logika ku


'Jika jatuh cinta, harus tetap logis.
Cinta itu reaksi kimia, yang tidak usah dielu-elukan. 
Tekan ia, fokus.
Palingan nanti juga, ia akan meninggalkan-mu
Jadi hadapi dengan biasa saja'

050511
8.30 WIB
Benarkah karena mati rasa?
Nampaknya karena aku-lah yang me-matikan rasa
Dan berkedok akan kata 'mati rasa'

Namun sesungguhnya 

Aku takut mencintai
Aku takut akan ditinggalkan lagi
Aku takut terlalu beremosi


 Aku menarik nafasku
Ingatanku akan mimpi tadi malam kembali terpatri
Mungkinkah Chi-mong memperingati-ku
Ataukah ini hanya salah satu mimpi tak berarti

Saturday, May 7, 2011

Mimpi tak selalu berarti

Bulu putihnya bermanja di sela kaki ku
Raut muka manisnya mencoba menarik perhatianku
Jika tak jua aku memperhatikannya, 
maka ia akan memegang pipiku
atau naik ke bahuku


ia memang istimewa

ia selalu membangunkanku untuk bersujud kepada Allah di sepertiga malam
ia juga lah yang membangunku saat adzan subuh menelusuri udara pagi

Chi-mo
Namun kakakku memanggilnya Chi-mong, dan nampaknya nama yang diberikan kakakku lebih disukai
oleh si pe-empu nama. Aku memberinya nama chi-mo (dibalik jadi mochi), karena pada saat masih kecil pose tidurnya selalu melingkar bulat, dan dengan bulunya yang putih, mirip sekali dengan kue mochi yang telah diberi tepung.Ia seekor kucing kampung yang setengah liar, jika pagi dan malam, ia berada di rumahku. Namun saat siang dan sore, ia akan berkeliling di sekitar kampung.


Ia ditinggalkan oleh induknya di rak peralatan motor, di depan rumahku. Kakakku pernah berkata, jika sang induk meninggalkan anaknya, bisa saja karena anaknya cacat. Dan kali ini, perkataan kakakku tepat. Cara berjalan Chi-mong sedikit berbeda dengan kucing pada umumnya, suaranya pun unik.
Chi-mong benar2 membuatku tidak merasa kesepian, bahkan setelah Bapak membuang 3 anak kucing yang ingin aku pelihara.


Aku sangat mengingatnya, karena peraturan Bapak adalah jika kau menginginkan sesuatu kau harus mempunyai sesuatu (there's rewards for achievement). Aku diperbolehkan memelihara Chi-mong, karena saat itu, aku menjadi juara paralel ke-8 di kelas 3 SMP.

Semenjak aku kuliah, Chi-mong jarang berada di rumah, bahkan saat malam hari. 
Bulunya yang dahulu putih telah lusuh di tahun ke-6 usianya. 



Biasanya aku memberi makan Chi-mong dua kali sehari, namun hal tersebut berubah. Setelah aku kuliah, kegiatan kuliah dan ekstrakulikuler benar2 menyitaku. Aku hanya memberi makan Chi-mong satu kali sehari, yaitu saat malam hari, dan ibuku yang memberi makan Chi-mong di pagi hari.

Setahun semenjak kepergianku ke Lampung, aku mendapat kabar dari Kakakku jika Chi-mong telah tidak pulang selama 5 bulan.

Malam itu, aku menangis...
Walaupun setelahnya kepalaku akan terasa pusing dan berat, namun ku biarkan rasa itu menyelimutiku
karena aku memerlukannya untuk tertidur


Saat aku pulang ke Jakarta...
Ternyata kenyataan lebih pahit yang menungguku
Ibuku bercerita bahwa Chi-mong tak pernah pulang karena Bapak membuangnya.

Kali ini, aku tak menangis...
Karena bulir air mataku telah mengeras
Dan hatiku telah mati rasa.